Sabtu, 29 November 2014

PELANGGARAN ETIKA PERBANKAN

KASUS BANK CENTURY


Kasus Bank Century bukanlah sekedar kasus perbankan ataupun pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Tetapi kasus ini telah memasuki ranah politik, dengan terbangunnya perdebatan antar elite politik mengenai layak tidaknya Bank tersebut mendapatkan bantuan. Persoalan ini juga kembali mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan kita beserta dengan para pelakunya.
Bantuan bailout dan sejumlah dana yang dikeluarkan oleh LPS kembali diperdebatkan. Dua pertanyaan besar yang kemudian muncul yaitu 1) apakah Bank Century masih layak untuk tetap sustain?, 2) jika kasus obligasi “bodong” tidak mencuat kepermukaan apakah BI akan mengumumkan bahwa bank tersebut tidak sehat?
Kekhawatiran nasabah Bank Century ternyata beralasan dan hampir terbukti. Pasalnya berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Juli 2008 Bank Century sudah mengalami kesulitan likuiditas dan sejumlah nasabah besar pun menarik dana pihak ketiga (DPK) miliknya. Hal ini berlanjut dengan seringnya bank ini melanggar ketentuan giro wajib minimum (GWM) yang harus dipenuhinya.
Kondisi ini diperparah dengan keresahan dan ketidakpercayaan nasabahnya yang kemudian dengan tidak mudah menarik dana untuk menghindari kemungkinan buruk yaitu kehilangan uangnya.
Data LPS juga menyebutkan bahwa pada November-Desember 2008 terjadi penarikan DPK oleh nasabah sebesar Rp 5,67 Triliun. Padahal hasil audit akuntan publik Aryanto Yusuf dan Mawar atas laporan keuangan bank century, DPK yang ada saat itu sebesar Rp 9,635 Triliun artinya Bank Century kehilangan lebih dari setengah DPK hanya dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan.
Sejak terbitnya Paket Oktober tahun 1988 atau dikenal dengan sebutan PAKTO’88 yang meliberalisasi industri perbankan Indonesia pengawasan terhadap perbankan semakin sulit dilakukan. Banyak pengusaha yang sama sekali tidak memiliki latar belakang perbankan, mendirikan bank dengan tujuan memperoleh dana masyarakat yang dipercayakan untuk membiayai anak perusahaannya. Karena, hanya dengan setoran Rp 10 Miliar, seseorang dapat mendirikan bank. Ketika itu industri perbankan mudah untuk dimasuki sehingga sekitar 160 bank lahir pada saat itu, tetapi seolah tak terpikirkan betapa sulitnya untuk dapat keluar dari industri ini. Hal ini juga yang kemudian naik ke permukaan ketika krisis moneter 1998 dan kemudian menimbulkan kasus BLBI yang hingga saat ini kasusnya masih belum selesai.
Hal itu seharusnya menjadi pelajaran yang sangat mahal yaitu Rp 144 Triliun (merupakan dana BLBI yang sampai saat ini menjadi kontroversi) bahwa betapa pentingnya pengawasan terhadap bank, sehingga kasus seperti Bank Century ini dapat dihindari.
Pertanyaan mengenai kelayakan Bank Century untuk tetap sustain, akan menjadi pertanyaan yang sulit dijawab oleh pemerintah. Walau bagaimana pun, permintaan pemerintah kepada LPS untuk melakukan bailout atas Bank Century mengindikasikan bahwa pemerintah beranggapan Bank Century layak untuk tetap sustain, namun melihat efek jangka panjangnya, hal ini memberikan contoh yang tidak baik terhadap dunia perbankan kedepan. Atau mungkin pemerintah sudah menganggap ini sebagai masalah sistemik yang akan memberi efek domino kepada bank-bank lainnya.
Kasus Bank Century memperlihatkan betapa lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perbankan sehingga terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa mempunyai izin sebagai agen Penjual Reksadana (APERD) dan menjual obligasi tanpa nilai. Dimanakah tanggung jawab Bapepam sebagai badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan dalam hal ini serta BI sebagai pengatur dan pengawas bank?.
Sebelumnya kasus pengelapan juga terjadi di Bank Global, saat itu terjadi penggelapan oleh oknum pegawai bank tersebut terhadap dana nasabah yang seharusnya dikonversi dari deposito ke investasi reksadana. Jika dikaitkan dengan penerapan tata kelola pemerintahan maupun perusahaan yang baik, maka kedua kasus tersebut merupakan “pelecehan” terhadap lembaga pengawas keuangan seperti Bapepam dan Bank Indonesia tetapi yang terjadi, seolah-olah saling melempar bola panas antar institusi pengawas keuangan kita. Bagi organisasi perbankan kita, hal ini juga merupakan suatu tamparan bahwa meskipun secara umum bank-bank di Indonesia sudah memperbaiki dirinya seperti penerapan good corporate governance maupun risk manajemen, namun masih ada pelanggaran beberapa hal yang menyangkut etika profesi.
Secara umum kedua kasus tersebut memang harus dilihat dari dua sudut baik peraturan perbankan maupun tindakan kriminal. Peraturan perbankan yang dimaksudkan tidak hanya dilihat dalam bentuk aturannya saja tetapi juga implementasiannya. Hal itulah yang perlu dijawab oleh bapepam dan BI dalam fenomena kedua kasus tersebut. Namun jika yang terjadi adalah indikasi yang kedua, yaitu adanya tindakan kriminal maka seketat apapun peraturan diterapkan tidak ada satu orang pun yang dapat menjamin pembobolan, penipuan, dan sebagainya dalam perbankan dapat dihapuskan.

Untuk memperkecil peluang kejadian serupa dapat terulang kembali, perlu adanya antisipasi khusus dari Bapepam dan BI terutama mengenai kepemilikan saham suatu bank, serta kaitan antara bank dengan suatu grup usaha, karena dikhawatirkan dana yang dikumpulkan dari masyarakat hanya disalurkan kepada perusahaan dalam grupnya bahkan tanpa memperhatikan aspek dari kelayakan usahanya dan juga berpotensi terjadi mark up padahal pengelola keuangan harus terbebas dari berbagai konflik kepentingan. Selain itu, lemahnya sistem hukum yang ada akan membuat para “bankir nakal” untuk berhitung untung-rugi melakukan pembobolan atau penipuan perbankan. Hal inilah yang harus diminimalisir dengan penegakkan hukum kepada siapa saja tanpa pandang bulu.
Kasus-kasus tersebut menjadi salah satu penghambat dalam pemulihan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini. Hal fundamental yang sering terlupakan dalam upaya penguatan kembali ekonomi kita yaitu : kejujuran dan transparansi yang diikat oleh elemen kepercayaan (trust). Akibatnya, jangankan mampu untuk mengatasi masalah dan menguatkan kembali perekonomian terutama pasar keuangan, melihat apa yang tengah berlangsung pun, Pemerintah sepertinya belum memiliki informasi akurat. Sehingga wajar jika masyarakat sebagai pelaku ekonomi meragukan kemampuan pemerintah untuk mengatasi masalah saat ini dan cenderung berfikiran logis untuk mengamankan dana yang mereka miliki. Situasi ini yang kemudian disebut pemerintah sebagai kepanikan. sehingga pemerintah harus bercermin lebih dalam dan mengajarkan serta memberikan contoh mengenai kejujuran  dan transparansi, sehingga dapat terus memelihara kepercayaan kita semua.

ANALISIS :
 dari kasus di atas dapat di analis bahwa kasus bank century merupakan kasus yang menggambarkan bobroknya hukum dan etika profesi di indonesia, khususnya dalam hal perbankan , dapat di lihat dari kasus bank century yang sudah di jelasjan di atas bahwa bank century memiliki kasus yang meresahkan masyarakat yaitu : (1) bank century sudah mengalami kesulitan likuiditas, (2).bank melanggar Giro wajib minimum (GWM), dan (3).Tidak mudahnya nasabah menarik dana untuk menghindari kemungkinan buruk kehilangan uangnya, dapat di lihat dari hal tersebut bahwa kurang nya pengawasan dan hukum dari pemerintah mengenai hal seperti itu, dan di perparah dengan kasus yang sebelumnya juga serupa, mengenai kasus BLBI yang juga memperihatinkan dan masih menjadi kontoversi.

SARAN:

a.   Dalam menghadapi kasus bank Century perlunnya kerjasama dengan baik antara pemerrintah, DPR-RI dan Bank Indonesia.
b. Pemerintah harus bertanggung jawab kepadanasabah Bank Century agar bisa uangnyya dicairkan.
c.  Harusnnya ada trasparansi public dalam menyelesaikan kasus Bank century sehingga tidak terjadi korupsi.
d. Audit infestasi BPK harus dilakukan dengan tuntas dan dibantu oleh Polri, kejaksaan, Pemerintah Bank Indonesia.

SUMBER:
http://thexqnelson.wordpress.com/2013/07/07/pembahasan-kasus-bank-century/
http://elisah-87.blogspot.com/2010/10/kesimpulan-tentang-kasus-bank-century.html
http://www.megawati-institute.org/
http://wellyaterforum.wordpress.com/2011/02/14/masalah-ekonomi-di-indonesia/


Senin, 17 November 2014

PELANGGARAN KASUS ETIKA BISNIS DI DALAM NEGRI

PENDAHULUAN
  •   Latar Belakang
       Dalam dunia bisnis yang memiliki tingkat persaingan yang ketat, setiap pelaku bisnis dituntut untuk berfikir lebih kreatif lagi agar dapat memajukan usaha bisnisnya. Kreatifitas para pelaku bisnis ini ada yang bersifat positif namun tak jarang pula yang bersifat negatif.  Hal seperti ini harus diantisipasi oleh semua para pelaku bisnis yang terjun dalam dunia ini.  Etika atau norma dalam melakukan kegiatan bisnis dapat mengurangi dampak negatif dari persaingan yang sangat ketat.
         Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan atau mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.  Etika dapat mengatur setiap tingkat laku para pelaku bisnis agar tidak keluar dari norma kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia.
  • Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.  Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.
Etika bisnis adalah kajian yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.  Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.  Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.  Misalnya seorang pengusaha yang memiliki etika bisnis biasanya adalah seorang yang jujur dan amanah.  Etika bisnis ini diwujudkan karena tuntutan dari pergerakan terhadap meningkatnya berbagai praktek yang tidak sehat dalam dunia bisnis, misalnya layanan yang tidak memuaskan.
Perusahaan menyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja yang unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.  Etika bisnis dapat menjadi standard dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang professional.
Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Management Journal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decision on Soft Criteria, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita yaitu :
a.      Utillitarian Approach  :  Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya.  Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
b.    Individual Rights Approach  :  Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati.  Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
c.   Justice Approach        :  Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

2.4  Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Pada umumnya, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari, dan prinsip-prinsip ini sangat berhubungan erat terkait dengan sistem nilai-nilai yang dianut di kehidupan masyarakat.
Menurut Sonny Keraf (1998) prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
a.   Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan.
b.   Prinsip kejujuran, terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.  Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.  Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding.  Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
c.    Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlukan  secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggungjawabkan.
d.   Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle), menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
e.     Prinsip integritas moral, terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnisnya dengan tetap menajaga nama baik pimpinan maupun perusahaannya.

Etika bisnis dapat dilaksanakan dalam tiga tahapan.  Tiga tahapan ini membahas kegiatan ekonomi dan bisnis.  BErikut tiga tahapan tersebut :
1.    Tahap Makro                      : Etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi total.
2.    Tahap Meso (Menengah)    : Etika bisnis mempelajari persoalan etika dalam organisasi.
3.    Tahap Mikro                       : Memusatkan perhatiannya pada persoalan individual sehubungan dengan aktivitas ekonomi atau bisnis.


Perselisihan Hak Paten

Dalam Etika Bisnis yang namanya perselisihan adalah hal yang wajar kalau masih menyangkut masalah kesalah pahaman, namun hal yang wajar pun dapat berakibat fatal karena dapat menurunkan brand image dan harga produk itu sendiri. Istilah hak paten misalnya, banyak perusahaan yang mempunyai hak eksklusif akan suatu logo, teknologi, bentuk dan inovasi barang dan masih banyak lagi yang dapat dijadikan kesalah pahaman yang wajar ini, maklum sebagai manusia kita punya rasa khilaf, namun adakalanya peraturan mengenai peselisihan mengenai hak paten harus dibuat agar tak ada kata khilaf bagi para inovator atau pelaku bisnis. Hak Paten sendiri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).


Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.

Dalam penerapannya rupanya hak paten ini masih menjadi perselisihan antara kedua belah pihak dalam hal ini pelaku bisnis, berikut kutipan beberapa kasus mengenai perselisihan ini :

  • ·         Cap Kaki Tiga dan Cap Badak

Pengadilan Niaga Jakarta memang sudah memutus sengketa merek dan hak cipta larutan penyegar Cap Kaki Tiga dan Cap Badak. Namun, putusan pengadilan itu tak menghentikan perseteruan antar produsen larutan penyegar Cap Kaki Tiga yaitu Wen Ken Drug Co PTE Ltd (WKD) dengan PT Sinde Budi Sentosa (SBS), pemilik merek Cap Badak. Sengketa baru muncul diantara kedua produsen tersebut sampai ke tudingan persaingan curang. Tudingan itu dilayangkan PT Kinocare Era Kosmetindo (KEK) sebagai penerima lisensi ekslusif WKD pada SBS. WKD menuding SBS sengaja menghancurkan bisnis yang telah dibangun selama puluhan tahun. SBS berupaya mengacaukan dan menganggu perkembangan perdagangan dari produk Cap Kaki Tiga, khususnya larutan penyegar. Hal ini terlihat dari upaya sistematis yang dilakukan SBS. Upaya yang dilakukan SBS adalah mengatakan produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga telah diganti dengan produk merek Cap Badak. Kemudian menggugat secara perdata. Tak cukup sampai pada langkah itu. SBS melaporkan KEK dan distributornya ke polisi dengan tuduhan menjual, menggunakan merek tanpa hak, dan memperdagangkan produk secara ilegal. “Padahal, merek Cap Kaki Tiga yang beredar saat ini terdaftar secara sah di Dirjen HKI dan mendapat izin edar dari BPOM,” ucap Direktur Utama PT KEK Harry Sanusi dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/2). Harry menilai tindakan SBS membuat bisnis larutan penyegar Cap Kaki Tiga menjadi payah. Laporan ke kepolisian telah membuat pedagang dan pengecer Cap Kaki Tiga ketakutan. Akibatnya, kerugian pun tak dapat dihindari. Harry enggan menyebutkan potential lost akibat tindakan SBS. Dia berdalih SBS tidak pernah memberikan laporan produksi. Sehingga, baik WKD dan KEK tidak dapat mengetahui permintaan pasar yang sebenarnya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan KEK, pasar larutan penyegar Cap Kaki Tiga adalah Rp800 miliar per tahun. 

Managing DirectorWen Ken Group,Fu Siang Jeen juga merasa kesal atas tindakan SBS. Sebagai pemilik dan pemegang merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga berlogo Kaki Tiga dan Lukisan Badak ini meminta kepastian hukum dalam melakukan investasi di Indonesia. Fu sependapat SBS secara sistematis melakukan perbuatan curang dengan mengambil alih lukisan badak miliknya. Soalnya, Fu bersikeras bahwa perusahaannya merupakan pemilik sah dari Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dengan Lukisan Badak dan tulisan ‘Larutan Penyegar’dalam bahasa Indonesia dan Arab ini. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Fu membuktikannya dengan merujuk pada saat asal muasal pendirian WKD. Didirikan sejak tahun 1937 oleh empat rekanan asal China yaitu Chong Tang Seong, Foo Yew Ming, Chan Sang Koon, dan Foo Yin, mendirikan perusahaan ini dengan merek Cap Kaki Tiga dengan salah satu produknya adalah larutan penyegar. Merek ini sejak pertama kali diproduksi dikemas dengan lukisan badak yang berdiri di atas batu, latar belakang berupa gambar gunung, sungai, dan sawah, serta tulisan larutan penyegar dalam bahasa Indonesia dan Arab bersama-sama dengan logo Cap Kaki Tiga sebagai satu kesatuan. Dia paparkan, pendaftaran merek Cap Kaki Tiga beserta etiketnya di Singapura pada 14 Februari 1940 dan Malaysia pada 30 April 1951. Bukti itu diperkuat dengan satu iklan di surat kabar terbesar di Singapura pada 28 Oktober 1960. Karena ingin merambah pasar Indonesia, Direktur WKD Fu Weng Leng memberikan kewenangan kepada Direktur Utama SBS,Budi Yuwono. Yaitu memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia pada 8 Februari 1978. Dengan secarik kertas berbahasa Mandarin, kerjasama pun terjalin. Kerjasama ini memiliki dua poin utama. SBS mengurus pendaftaran merek dagang dan semua tentang pendaftaran hak kekayaan intelektual di Indonesia. WKD memberikan izin kepada SBS untuk memproduksi dan memasarkan produknya.

Seiring perjalanan, WKD mensinyalir SBS tidak melakukan perjanjian dengan baik. SBS tidak mendaftarkan etiket dagang Cap Kaki Tiga dengan Lukisan Badak sebagaimana mestinya milik WKD. Justru, SBS mendaftarkan merek Badak yang merupakan salah satu unsur pokok yang merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari merek Cap Kaki Tiga. SBS tidak membayar royalti secara tepat waktu. Tidak melaporkan laporan produksi atau penjualan produk-produk menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara periodik. Serta SBS juga menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga. Melihat hal ini, WKD pun merevisi surat penunjukan tertanggal 8 Februari 1978. Lalu membuat sebuah perjanjian lisensi lengkap. Namun, SBS tidak sepakat. Alhasil, WKD berhenti bekerja sama dengan SBS pada 2008  dan memberikan lisensi ekslusif kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (KEK) pada 2011. Kuasa Hukum SBS Arif Nugroho membantah tudingan-tudingan yang dilakukan WKD. SBS tidak berupaya menghancurkan bisnis dan pasar produk Larutan Cap Kaki Tiga. WKD malah dituding mengacaukan pasar Larutan Penyegar Cap Badak. Soalnya, Cap Kaki Tiga masih menjual produk-produknya dengan menggunakan unsur-unsur merek Cap Badak. Terkait tudingan adanya upaya sistematis yang dilakukan SBS untuk menguasai gambar badak dengan menghilangkan Cap Kaki Tiga, Arif lagi-lagi membantah. Menurut Arif, pada awalnya SBS dan WKD memang terjadi kesepakatan untuk mendaftarkan merek Cap Kaki Tiga. Namun, WKD tidak meminta SBS untuk mendaftarkan Cap Kaki Tiga beserta gambar badak dan tulisan larutan penyegar dalam bahasa Indonesia dan Arab. WKD hanya meminta mendaftarkan logo Cap Kaki Tiga. “Jadi, sah-sah saja jika SBS mendaftarkan gambar badak dan tulisan penyegar. Lagi pula saat itu, WKD memang tidak ada gambar badaknya,” ujar Arif ketika dihubungi hukumonline, Rabu (20/2).

Menengahi hal ini, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi melihat pertikaian mengenai hak kekayaan intelektual dengan persaingan usaha adalah isu yang sangat rawan. Menurutnya, pertikaian ini memang tidak dapat dipisahkan secara tegas. Perlu sikap yang hati-hati dalam melihat isu ini. Untuk itu, Nawir meminta agar majelis hakim mempertimbangkan aspek persaingan usaha ketika memutus perkara hak kekayaan intelektual. Soalnya, implikasi putusan tersebut dapat mengubah struktur pasar yang berbeda. Sehingga dapat merusak iklim usaha dan mengarah pada praktik monopoli di pasar. “Irisannya sangat kuat. Untuk itu, perlu diperhatikan aspek persaingan usahanya,” jelas Nawir ketika dihubungi hukumonline.

Analisis: 


dari kasus di atas saya menyimpulkan bahwa sikap yang di lakukan PT Kinocare Era Kosmetindo (KEK) amatlah tidak terpuji karna PT KEK telah menyebarkan berita bohong mengenai brand image Cap Kaki Tiga yang sudah di ganti menjadi Cap Badak, dan hal itu berdampak langsung pada minat konsumen yang percaya akan berita tersebut, dan solusi dari kasus ini mungkin dapat di tindak langsung oleh lembaga terkait seperti Badan Arbitrase dan Meddiasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI). Lembaga itu dibentuk pada 2011. Lembaga tersebut kini memiliki arbiter yang ahli di bidang hak kekayaan intelektual. Peranan lembaga BAM HKI untuk menyelesaikan sengketa kini dirasa diperlukan oleh pengusaha di tengah meningkatnya komersialisasi aset hak kekayaan intelektual. 

Referensi :
id.wikipedia.org
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512598663e72d/perseteruan-produsen-larutan-penyegar-berlanjut
http://lailasoftskill.blogspot.com/2013/10/2-etika-dalam-bisnis.html

Sabtu, 01 November 2014

Analisis 3 Jurnal mengenai etika bisnis

JURNAL 1.
Judul    : PENGARUH ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB                      SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA                                    ORGANISASI (Penelitian Pada Pegawai PT. Bank Rakyat                         Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur)

Penulis : Resti Yulistria

Abstrak :

Masalah yang menjadi kajian pada penelitian ini adalah mengenai kinerja organisasi. Variabel yang mempengaruhi kinerja organisasi dalam penelitian ini adalah etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, analisis dalam penelitian ini mengungkap “apakah terdapat pengaruh antara etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kinerja organisasi.”
Metode penelitian yang digunakan adalah Explanatory Survey, dengan teknik pengumpulan data kuesioner skala lima kategori Likert. Sumber data diperoleh dari populasi pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Cianjur. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah regresi. Teknik ini digunakan untuk mengukur pengaruh yang disebabkan variabel bebas terhadap variabel terikat.Variabel etika bisnis diukur melalui indikator otonomi, keadilan, kejujuran, saling menguntungkan, dan integritas moral, dan variabel tanggung jawab sosial perusahaan diukur melalui indikator market actions, mandated actions, dan voluntary actions. Kedua variabel bebas tersebut diukur berdasarkan persepsi pegawai. Adapun variabel kinerja organisasi diukur melalui indikator perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang diukur berdasarkan kondisi riil tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur.
Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa etika bisnis PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori tinggi sedangkan untuk tanggung jawab sosial perusahaan dan tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori cukup. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa perbaikan kinerja organisasi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam menganalisis tingkat kinerja organisasinya.

Analisis  : Metode penelitian yang digunakan adalah Explanatory Survey, dengan teknik pengumpulan data kuesioner skala lima kategori Likert. Sumber data diperoleh dari populasi pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Cianjur. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah regresi. Teknik ini digunakan untuk mengukur pengaruh yang disebabkan variabel bebas terhadap variabel terikat.Variabel etika bisnis diukur melalui indikator otonomi, keadilan, kejujuran, saling menguntungkan, dan integritas moral, dan variabel tanggung jawab sosial perusahaan diukur melalui indikator market actions, mandated actions, dan voluntary actions. Kedua variabel bebas tersebut diukur berdasarkan persepsi pegawai. Adapun variabel kinerja organisasi diukur melalui indikator perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang diukur berdasarkan kondisi riil tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur).
Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa etika bisnis PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori tinggi sedangkan untuk tanggung jawab sosial perusahaan dan tingkat kinerja organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur berada pada kategori cukup. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa perbaikan kinerja organisasi di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Cianjur untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam menganalisis tingkat kinerja organisasinya.




JURNAL 2 

Judul  : 
Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi dalam Lingkup Kejahatan Bisnis

Penulis :  Elfina Lebrune S, Universitas Surabaya

Abstrak:

Perkembangan korporasi pada permulaan jaman modern dipengaruhi oleh bisnis perdagangan yang sifatnya makin kompleks. Pertumbuhan korporasi di tanah air semakin meningkat dalam berbagai usaha. Berbagai produk dan jasa dihasilkan dalam jumlah besar, begitu pula ribuan dan bahkan jutaan orang terlibat dalam kegiatan korporasi. Dengan memasarkan produknya, maka korporasi sekaligus mempengaruhi dan ikut menentukan pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, sebab dalam kenyataannya bukan produsen yang harus menyesuaikan permintaan konsumen, akan tetapi justru sebaliknya konsumen yang akan menyesuaikan kebutuhannya dengan produk – produk yang dihasilkan oleh korporasi. Perkembangan yang pesat dari korporasi ini terutama dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan masyarakat itu sendiri, yakni perkembangan masyarakat agraris ke masyarakat industri dan perdagangan (internasional) pada dasawarsa terakhir ini.
Pertumbuhan korporasi di tanah air semakin meningkat dalam berbagai usaha. Berbagai produk dan jasa dihasilkan dalam jumlah besar, begitu pula ribuan dan bahkan jutaan orang terlibat dalam kegiatan korporasi. Dengan memasarkan produknya, maka korporasi sekaligus mempengaruhi dan ikut menentukan pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, sebab dalam kenyataannya bukan produsen yang harus menyesuaikan permintaan konsumen, akan tetapi justru sebaliknya konsumen yang akan menyesuaikan kebutuhannya dengan produk-produk yang dihasilkan oleh korporasi.
Indonesia saat ini dilanda kriminalitas kontemporer yang mengancam lingkungan hidup, sumber energi dan pola-pola kejahatan di bidang ekonomi seperti kejahatan Bank, kejahatan komputer, penipuan terhadap konsumen berupa barang-barang produksi kualitas rendah yang dikemas indah dan dijajakan lewat iklan besar-besaran dan berbagai pola kejahatan korporasi lainnya. Modus operandi yang digunakan untuk melakukan kejahatan tersebut dahulu tidak dikenal dan tidak pernah dipikirkan oleh para pelaku kejahatan, namun saat ini menjadi suatu “trend” modus kejahatan.
Analisis :
Sektor korporasi yang mampu berperan positif bagi pembangunan nasional adalah sektor korporasi yang merupakan aset nasional dan bukan korporasi yang hanya menjadi beban dan parasit masyarakat. Kelompok sektor korporasi ini adalah kelompok yang patuh etika bisnis, misalnya patuh pada tata kelola korporasi yang baik, taat pada aturan main persaingan bisnis yang sehat, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, peran positif terhadap pembangunan nasional ini menunjuk pada korporasi yang mampu mempraktekkan prinsip etika bisnis dan juga prinsip good corporate governance dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Perusahaan yang ingin mencatat sukses dalam bisnis membutuhkan 3 (tiga) hal pokok, yakni: produk yang baik dan bermutu, manajemen yang mulus dan etika. Produk yang baik serta manajemen yang mulus merupakan hal yang dapat dicapai dengan memanfaatkan seluruh perangkat ilmu dan teknologi modern, serta memakai ilmu ekonomi dan teori manajemen, sedangkan perhatian terhadap etika dalam bebrbisnis masih sangat minim atau dapat dikatakan tidak mendapatkan perhatian yang serius.
Pembaharuan hukum dapat menciptakan insentif atau dorongan bagi publik untuk ikut memperhatikan perilaku korporasi. Dalam hal ini, masyarakat sebagai stakeholder dari korporasi dapat pula menjadi sarana pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi.
JURNAL 3
Judul  : Etika Bisnis dan Keadilan Konsumen
PenulisRodhiyah
Abstrak: 
Bisnis merupakan kegiatan ekonomis yang meliputi kegiatan tukar menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau memaksimalkan keuntungan dan memaksimalkan kemakmuran.
Bisnis juga merupakan kegiatan antar manusia, dalam upaya mencari keuntungan bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi, dan sebagai komunikasi sosial yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat di dalamnya. Jika di lihat dari kacamata ekonomis, bisnis yang baik adalah bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan maksimal, akan tetapi bisnis juga dilihat dari segi moral yaitu perilaku sesuai dengan norma-norma moral, suatu perbuatan dapat dinilai baik jika memenuhi standar etis, demikian juga tidak kalah pentingnya bahwa bisnis juga bisa dilihat dari kacamata hukum, yaitu “bisnis yang baik” yaitu bisnis yang patuh pada hukum.
Bisnis yang ber”etika” merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bisnis itu sendiri, karena tujuan dari bisnis tidak hanya semata memaksimalkan keuntungan saja yang akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak etis tetapi juga harus memperhatikan lingkungan bisnis.
Analisis :
Bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan atau norma-norma moral yang selalu harus diterima dalam masyarakat atau dalam pergaulan sosial. Keutamaan pebisnis meliputi : kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan disamping keutamaan lain bagi pebisnis adalah keramahan, loyalitas, kehormatan dan rasa malu. Moralitas merupakan syarat yang harus diakui semua orang, jika ingin terjun dalam kegiatan bisnis.

Daftar Putsaka:
http://jurnal.upi.edu/imb/view/1712/pengaruh-etika-bisnis-dan-tanggung-jawab-sosial-perusahaanterhadap-kinerja-organisasi(penelitian-pada-pegawai-pt.-bank-rakyat-indonesia(persero)-tbk-kantor-cabang-cianjur).html

Jumat, 02 Mei 2014

TUGAS B.INDONESIA 2

Resensi Film The Raid 2 (Brandal)


  Judul         : The Raid 2 (Brandal)
  Sutradara  : Gareth Evans
  Genre        : Crime, Action., Thriller
  Rilis           : 2014
  Pemeran    : Iko Uwais. Cok Simbara, Tio Pakusadewo. Kenichi Edo,      Arifin Putra









RAMA (Iko Uwais) adalah seorang polisi baru yang meninggalkan ISA, istrinya yang tengah hamil tua untuk melakukan tugas berbahaya. Setelah berhasil mempertahankan dirinya dari 30 lantai apartemen milik raja gembong narkotik TAMA, RAMA direkrut oleh BUNAWAR, kepala polisi yang dikenal jujur dan mempunyai reputasi yang bersih, sebagai polisi yang menyamar. 
Di dalam penjara tersebut RAMA bertemu dengan UCO, anak lakilaki BANGUN, seorang bos gangster yang sangat terpandang. UCO memiliki mimpi dan ambisi yang terlalu besar untuk dirinya. Awalnya UCO berniat untuk memusnahkan RAMA, namun keadaan berubah ketika RAMA menyelamatkan nyawanya dari serangan orangorang terpercayanya. 

Lima tahun kemudian, usai sudah hukuman penjara RAMA. Di bawah BANGUN, UCO, dan EKA, ANAK buah BANGUN yang setia, RAMA ditarik dan bekerja di dalam dunia mereka dan dihadiahi kehidupan mewah. Sebuah kehidupan yang berbeda ketika ISA masih bersamanya dan masih RAMA impikan.

Ambisi UCO untuk menjadi lebih dari yang BANGUN inginkan untuknya terus membara. BEJO, seorang gangster yang sedang melebarkan sayap dan kekuasannya, mencium kobaran ambisi UCO. Ia berhasi membujuk dan memperalat UCO untuk mewujudkan ambisinya sendiri. 

Dengan UCO dapat dikontrol seperti boneka oleh BEJO, kekacauan tidak dapat dielakkan lagi. pembunuhan, pengkhianatan dan korupsi terjadi. UCO kehilangan arah dan termakan oleh keserakahannya, dan meninggalkan RAMA dengan pilihan yang sulit.


Well 150 menit tersaji dalam film The Raid 2 Berandal. Namun tidak sedetik pun saya merasakan boring menonton nya. Memang saya harus akui di awal film alur terasa lambat, namun setah masuk ke paruh pertengahan film sangat mencengangkan mata dengan aksi-aksi yang tidak terlupakan. Dari segi aksi baku hantam ada beberapa favorit saya. Fighting di lumpur, hammer girl and baseball bat man vs rama, dan hancurnya halte busway. Wow it’s coo men. 

Sementara itu dari departement cast sangat menjanjikan. Banyak karakter di the raid 2 yang menonjol, aktor utama yakni iko uwais juga menunjukan perubahan yang signifikan dari film yang pertamanya. Karakter villian juga dibuat se liar mungkin yakni The Assasin, Baseball bat man (“Sini bola nya!”), dan Hammer Girl yang benar-benar memikat hati saya. Para villian tersebut memiliki keunikan masing-masing. Tapi diantara itu semua saya harus menyebut satu nama yang menurut saya memberikan penampilan terbaik untuk The Raid 2 dan menghidupkan gejolak emosi penonton. Dia adalah Arifin Putra. Arifin yang berperan sebagai Uco sangat berkesan, ia sangat berhasil menjadi seorang Uco yang Ambisius, dan menghalalkan segala cara.

Tidak bisa dipungkiri film sekuel pasti akan selalu dibanding-bandingkan dengan film pendahulunya. Ada satu hal elemen pada film The Raid 2 Berandal ini yang menurut saya tidak di temukan seperti film pendahulunya. Elemen tersebut adalah elemen menegangkan seperti pada film pertama. Dimana film pertama sangat berhasil membua jantung saya dag dig dug. Tapi ada juga elemen yang pada film pertama terasa agak janggal tapi pada film keduanya lebih baik yaitu ada pada elemen script atau skenario. Skenario pada film The Raid 2 Berandal ini terasa lebih luwes dan tidak kaku tidak seperti pada film pertamanya.

In the end The Raid 2 Berandal adalah film action yang di kemas lebih mewah, lebih berdarah, lebih kompleks dan lebih memilukan ketimbang film pertamanya. Dan sepertinya film the raid 2 berandal ini belum berakhir, kalau dilihat dari ending nya mungkin akan dibuat seri yang ketiga nya. Who knows.

Kesimpulan:
Dengan penjelasan di atas rasanya sudah tidak perlu di perjelas bahwa film ini sangat di rekomendasikan khusus nya bagi pecinta film aksi.